GKR Hemas Nilai Pemberhentian Dirinya dari Anggota DPD RI Tak Miliki Dasar Hukum
Peristiwa

GKR Hemas Nilai Pemberhentian Dirinya dari Anggota DPD RI Tak Miliki Dasar Hukum

Umbulharjo,(jogja.sorot.co)--Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BK DPD RI) resmi memberhentikan sementara anggota DPD RI perwakilan DIY Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas sejak 20 Desember 2018. Pemberhentian tersebut dilakukan dengan alasan GKR Hemas yang tidak pernah hadir dalam sejumlah sidang paripurna di bawah pimpinan DPD RI dipegang oleh Oesman Sapta Odang (OSO).

Dalam siaran persnya di Kantor DPD RI DIY di jalan Kusumanegara No.133, Muja Muju, Umbulharjo, Jumat (21/12) GKR Hemas mengungkapkan, ketidakhadirannya dalam sidang dan rapat rapat di DPD RI tersebut bukan tanpa alasan. Sejak OSO mengambil alih kepemimpinan DPD RI secara ilegal Hemas dan beberapa anggota DPD lainnya tidak mengakui kepemimpinannya.

Kalau saya hadir dalam sidang yang dipimpin OSO dan kawan-kawan, berarti secara langsung saya mengakui kepemimpinannya. Jadi sebetulnya, setiap sidang paripurna saya selalu datang dan menandatangani presensi karena ini syarat pokok untuk adminsitrasi tetapi sata tidak hadir dalam ruang sidang, sehingga dia meminta saya untuk duduk saya di ruang sidang,” ungkapnya. .

GKR Hemas manjelaskan, berdasarkan putusan MA di tingkat kasasi, MA tidak pernah menyatakan benar dan sah pengambilalihan pimpinan DPD RI oleh OSO tersebut. Ia menegaskan tidak menolak OSO selaku personal tetapi caranya mengambil alih kepemimpinan yang dinilai menabrak hukum. Menurutnya, hukum harus ditegakkan dan tidak boleh ada warga yang kebal hukum. DPD RI merupakan lembaga politik yang memproduksi keputusan politik. 

Saya menolak kompromi politik, di atas DPD. Negara ini adalah negara hukum, maka saya memilih kanalisasi hukum demi tegaknya marwah DPD, bukan kepentingan pribadi semata,” terangnya.

Hemas menilai, keputusan BK memberhentikan sementara terhadap dirinya tanpa dasar hukum yang jelas dan bahkan mengesampingkan ketentuan Pasal 313 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang salah satu isinya Anggota DPD RI diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 ( lima) tahun; atau menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus.

Selain itu, sanksi yang dijatuhkan BK juga telah mengesampingkan Tata Tertib DPD RI yakni anggota diberhentikan sementara kalau yang bersangkutan melanggar pidana dan menjadi terdakwa.” tegasnya.

BK juga dinilai diskriminatif karena tidak memproses laporan dua mantan anggota DPD RI Muspani dan Bambang Soeroso terhadap Nono Sampono bulan Oktober lalu ke BK terkait keputusan sikap politik DPD RI yang ingin meninjau ulang keputusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pengurus parpol untuk maju DPD RI. Surat yang dibuat Nono Sampono dengan Kop Surat DPD RI itu diputuskan tidak melalui mekanisme dan prosedur yang diatur dan diputuskan dalam sidang paripurna DPD RI sebagaimana diatur di Tatib.

Sementara itu, sejak pengambil alihan pimpinan DPD, seluruh anggota DPD diminta untuk menandatangani surat pernyataan yang mengakui OSO sebagai pimpinan DPD RI. Sedangkan anggota yang tidak mau menandatangani surat pernyataan tersebut, anggaran reses anggota yang bersangkutan tidak dapat dicairkan.

Sampai sekarang dana reses saya di tahun 2017 tidak pernah saya terima. Tetapi tidak masalah, yang penting saya bisa bekerja untuk masyarakat Jogja dan seluruh Indonesia bahwa saya bisa berjalan sesuai dengan aturan. Walaupun dana reses tidak keluarpun, saya masih yakin bisa menjalankan reses,” tandasnya.