Laporan PMI Yogya Hilang, Tagihan Rp 7,2 Miliar Jadi Temuan
Hukum & Kriminal

Laporan PMI Yogya Hilang, Tagihan Rp 7,2 Miliar Jadi Temuan

Mergasan,(jogja.sorot.co)--Usai ditunjuk untuk menjabat sementara di PMI Kota Yogyakarta, Mantan Kapolda DIY dan Wakil Ketua PMI DIY, Irjen (Purn) Haka Astana kaget dengan adanya tagihan Rp 7,2 miliar dari vendor rekanan PMI Kota Yogyakarta. Tagihan itu diketahui setelah ketua terpilih, Heroe Poerwadi mengundurkan diri sehingga membuat adanya kekosongan kepengurusan.

"Tagihan muncul setelah beberapa hari saya mengambil alih kepemimpinan. Setelah diselidiki, ternyata seluruh dokumen dari tahun 2016 hingga 2021 tidak ditemukan sama sekali. Sehingga hal itu membuat saya kaget," ujar dia saat jumpa media, Rabu (15/03).

Lebih lanjut Haka mengatakan bahwa atas temuan itu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan BPKP karena tidak bisa dilakukan audit serta tidak adanya dokumen, sehingga masih menunggu jawaban. 

Haka menambahkan, jika nantinya BPKP tidak bisa menemukan solusi atas situasi yang terjadi, pihaknya siap untuk menempuh jalur hukum. Bahkan ia sudah melakukan koordinasi dengan Polda DIY dan kejaksaan untuk mengurai persoalan yang terjadi itu.

"Semua sudah kita inventarisir, ke akuntan publik dan BPKP. Kalau terpaksa ya kami akan ke Polda DIY dan kejaksaan untuk mengidentifikasi. Saya sudah mulai masuk, hanya saat itu yang diteliti keuangan bulan dana yang belum jalan. Saya blokir semua rekening kecuali satu yang dibuat Pak Heroe Poerwadi untuk berjalannya organisasi seperti menggaji karyawan dan operasional. Dari 10 rekening kok saldonya tidak sampai Rp 65 juta," tambah dia.

Sedangkan menurut salah satu pengurus PMI DIY, Kardi, mengakui bahwa ia tidak bisa menemukan dokumen di tahun 2016-2021. Muncul dugaan seluruh dokumen sengaja dimusnahkan oleh kepengurusan yang lama.

Salah satu caranya, tambah Kardi, dengan memanggil UD Sregep untuk memotong kertas dokumen yang ada. Sehingga, pengurus masih menanti apakah masih bisa dilakukan audit, jika tidak terpaksa ke kepolisian.

"Keputusan GBPH Prabukusumo untuk tidak mengesahkan kepengurusan berdasar Musyawarah Kota 30 Maret 2021 karena tidak sesuai dengan Undang-Undang PMI Nomor 1 Tahun 2018 juga AD/ART tahun 2019-2024 sudah tepat. Hal itu diperkuat dengan keputusan PN Sleman serta Pengadilan Tinggi Yogyakarta yang menyatakan tergugat/terbanding (Ketum PMI DIY GBPH Prabukusumo) tidak melanggar aturan pembentukan kepengurusan PMI Kota Yogyakarta," tandas dia.